Tulisan ini diambil dari tweet bang H.Irwan akun twitternya @irwan_fecho
Sampai sekarang banjir di Samarinda belum surut. Warga Samarinda yang jadi korban mulai susah hidupnya terutama kebutuhan air bersih, listrik dan mulai terkena penyakit.
Tidak penting lagi mencari siapa yang salah dan siapa yang benar saat ini. Yang ditunggu adalah bantuan pemerintah mulai pusat, provinsi dan kota itu yang utama. Kelihatannya di lapangan masih hebat masyarakat Samarinda yang luar biasa peduli dengan sodaranya yang korban.
Sambil menunggu surut dan bantuan pemerintah (pusat, provinsi dan kota) terus turun ke para korban banjir Samarinda. Saya mau share tentang kenapa Samarinda bisa banjir dan butuh waktu lama baru surut.
Kota Samarinda secara letak Daerah Aliran Sungai (DAS) berada di DAS Hilir Mahakam. Lebih tepatnya lagi berada di wilayah Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Karang Mumus. Sungai Karang Mumus merupakan sungai utama yang membelah Kota Samarinda. Di samping ratusan sungai-sungai kecil lainnya.
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi punggung-punggung gunung dimana air hujan, yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Asdak,1995).
Sub DAS adalah bagian dari DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Sub DAS merupakan wilayah kesatuan ekosistem yang terbentuk secara alamiah, air hujan meresap/mengalir melalui cabang aliran sungai yang membentuk bagian wilayah DAS.
Secara spasial kemampuan DAS dapat dianalisa dan dipetakan. Mengapa harus di analisis dan dipetakan? Karena pembangunan sebuah kota atau perencanaan tata ruang wilayah harus dimulai dari analisis kemampuan dan kesesuaian Daerah Aliran Sungainya.
Banjir yang terjadi di Kota Samarinda saat ini penyebab utamanya disamping karena curah hujan yang tinggi juga karena adanya pemanfaatan ruang pada Sub DAS Karang Mumus yang tidak sesuai dengan kesesuaian lahan, sehingga daerah resapan dan tangkapan airnya berkurang.
Ada beberapa konversi lahan seperti daerah resapan air, embung dan rawa-rawa menjadi perumahan, dan beberapa lahan rendah ditimbun untuk kaplingan di pusat pemukiman/perkotaan. Belum lagi adanya aktivitas tambang di hulu sub das karang mumus.
Dengan berubahnya fungsi daerah resapan air di Samarinda maka disaat curah hujan tinggi seperti ini maka hujan yang jatuh di permukaan tanah menjadi aliran air permukaan (Run Off) dan justru menjadi sumber air baru yg berlebih bagi debit air di Sungai Karang Mumus.
Morfologi Sub Das Karang Mumus ini termasuk luas, sehingga run off nya semakin besar pula. Kemudian jaringan sungai di Kota Samarinda juga sangat rapat dengan kerapatan aliran sangat tinggi sehingga sampai kapan pun Samarinda akan potensial mengalami Banjir.
Kemudian disamping banjir Kota Samarinda juga diperparah karena aktivitas konversi lahan di hulu Sub DAS Karang Mumus berupa pertambangan dan perkebunan maka wilayah Kota Samarinda juga sangatlah dipengaruhi oleh gaya pasang surut air laut.
Sehingga pada saat pasang tertinggi dapat menghambat mekanisme aliran air dari Sungai Karang Mumus menuju Sungai Mahakam. Dan inilah mengapa sering kali pada banjir besar seperti ini. Maka genangan berlebih bisa berlangsung dalam waktu lama.
Mestinya kita segera kembali mengubah dan merevisi pola ruang dan struktur ruang Kota Samarinda dengan memperhatikan kemampuan sub DAS Karang Mumus. Lebih mengedepankan zona-zona perlindungan sempadan sungai, rawa-rawa dalam, embung air serta moratorium tambang di Samarinda.
Konkretnya, ke depan harus ada revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Samarinda.
Dengan didukung politik anggaran yg berpihak pada penyelesaian masalah banjir. Jangan sampai kejadian yang bertahun-tahun ini tak kunjung diselesaikan. Apalagi kondisinya kian memburuk.
Seyogyanya penyediaan dan suntikan anggaran dari pemerintah kota (pemkot), provinsi provinsi (pemprov), dan pemerintah pusat, lebih berpihak, fokus pada pencegahan dan penuntasan masalah banjir ini.
Pemerintah di tingkat kota, provinsi, dan terutama pemerintah pusat selayaknya memberikan anggaran besar untuk penanganan banjir di Samarinda. Sehingga upaya-upaya normalisasi sungai, drainase, embung dan waduk bisa segera terwujud.
Anggaran ini sangat penting sebagai solusi penanganan banjir. Jangan sampai terlalu lama dikaji dan dipertimbangkan oleh pemerintah. Karena di sinilah “alat” penyelesaian masalah banjir di Samarinda.
Saya pikir masalah banjir ini tdk bisa lagi diselesaikan oleh Pemkot Samarinda. Sangat mustahil, jika problem ini diserahkan sepenuhnya pada pemerintah di tingkat kota. Gubernur Kaltim harus mengambil alih penanganan banjir di Samarinda dengan tetap melibatkan Pemkot Samarinda
Sudah seharusnya kita merumuskan strategi mengurangi dan menghentikan banjir. Hal-hal teknis seperti normalisasi sungai, pembuatan waduk, penertiban perumahan & alih fungai lahan, sejatinya sudah kita ketahui bersama. Tak ada lagi perdebatan terkait masalah teknis tersebut.
Menghadapi kondisi seperti ini, baik wali kota, gubernur, maupun pemerintah pusat, harus benar-benar fokus menyelesaikan masalah banjir di Kota Samarinda. Krn Samarinda merupakan Pusat Kegiatan Nasional dalam Tata Ruang Nasional, maka penggunaan anggaran APBN tentunya bukan masalah.
Jika revisi RTRW Kota Samarinda telah dilakukan dan politik anggaran yang berpihak pada pencegahan banjir sudah diupayakan secara maksimal, saya yakin masalah ini akan segera tertangani.
Dalam jangka pendek, mungkin kita tidak sepenuhnya mampu menghentikan banjir di Samarinda. Tetapi akan ada pengurangan signifikan atas banjir yang terus berulang ini apabila kita bekerja sama menyelesaikannya.
Di posting oleh admin Suara Irwan
Recent Comments