Menyusuri persoalan pembangunan Kaltim menjadi bagian dari jejak perjuangan Irwan dan alasan kuat dia terjun menjadi anggota DPR RI. Jejak perjuangan Irwan menyusuri 10 kabupaten/kota di Kaltim. Dari setiap jejak perjuangan Irwan, semua demi menyerap aspirasi masyarakat.

Akurasi.id, Samarinda ­– Apakah Anda pernah melihat provinsi yang kaya sumber daya alam (SDA), tetapi di saat bersamaan, pengangguran dan kemiskinan sangat tinggi? Jika pernah, barangkali Anda akan menyebut Kalimantan Timur (Kaltim) dalam deretan daerah tersebut. Begitulah kenyataannya. Pada 2018, Kaltim termasuk 10 provinsi yang memiliki tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia.

Kaltim bertengger di posisi keenam dengan jumlah pengangguran 6,60 persen atau 114.313 orang. Dari sisi kemiskinan, pada Maret 2018, Benua Etam memiliki 6,03 persen penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Angka itu bertambah dibanding tahun sebelumnya.

Pengangguran dan kemiskinan yang begitu tinggi di Kaltim layaknya kutukan SDA. Daerah dengan kepemilikan batu bara yang melimpah, minyak dan gas, dan sumber daya hutan, nyatanya masyarakat tidak lebih sejahtera dibanding daerah-daerah yang mengandalkan pendapatan dari pariwisata, perdagangan, dan jasa seperti Bali dan Jawa Timur.

Menjawab beragam problem tersebut, berikut petikan wawancara dengan seorang tokoh muda Bumi Etam, Irwan. Hal ini sebagai risalah perjuangan politisi Partai Demokrat yang bertarung memperebutkan kursi anggota DPR RI di daerah pemilihan Kaltim itu.

Apa penyebab kemiskinan dan pengangguran di Kaltim?

Salah satunya, itu terjadi karena rendahnya peluang kerja. Pengangguran dan kemiskinan juga disebabkan infrastruktur jalan negara, provinsi, kabupaten/kota, dan usaha tani yang jauh dari kata layak. Sebagian jalan negara belum diaspal dan berbentuk tanah.

Saya pernah mendatangi desa-desa di pelosok Kaltim. Jalannya amblas. Saya menemukan orang-orang yang menangis karena sudah puluhan tahun melewati jalan yang tidak pernah diperbaiki. Anak-anak pergi ke sekolah. Saat sampai di sekolah, pakaiannya sudah kotor. Ibu-ibu yang menghadiri pesta, belum sampai di tempat acara, pakaiannya sudah kotor. Karena apa? Jalan-jalannya sangat rusak.

Saya bertemu dengan bapak-bapak yang menangis karena mereka bertahun-tahun menanam karet, tetapi giliran panen, tidak ada pembeli yang datang dari kota. Tanaman karet mereka tidak bisa menjadi sumber penghidupan. Harga sawit rendah. Kenapa? Karena jalan rusak. Petani melangsir padi dan sawit mereka. Karena jalan usaha tani yang puluhan kilometer itu masih rusak parah.

Itulah masalah yang berkaitan erat dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang masih sangat tinggi di Kaltim. Ini hanya salah satu alasan mengapa Pemerintah Provinsi Kaltim, pemerintah kabupaten, pemerintah kota, dan pemerintah pusat belum mampu menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran di Kaltim.

Sektor infrastruktur itu sangat berpengaruh terhadap sektor pembangunan seperti pertanian, perkebunan, pendidikan, dan perdagangan. Keluhan ibu-ibu yang menyebut sembako mahal itu karena infrastruktur jalan masih banyak yang rusak.

Masalah lainnya, belum ada bandara di Paser dan Kutai Timur. Pelabuhan yang belum terbangun di sebagian daerah di Kaltim mengakibatkan bahan makanan dan sembako tidak bisa datang langsung dari Jawa. Harus lewat Balikpapan. Itu akan berpangaruh terhadap harga sembako.

Apakah Anda pernah menemukan desa dengan akses listrik, air, dan infrastruktur jalan yang sangat terbatas?

Banyak sekali desa yang saya temukan yang memiliki infrastruktur jalan, air, dan listrik yang sangat terbatas. Saya pernah menemukan desa yang dulu statusnya tertinggal. Sekarang menjadi desa dengan status sangat tertinggal. Infrastruktur mereka terisolasi. Saya menemukan itu di Desa Muara Pasir. Untuk sampai di sana, harus lewat Grogot. Jalannya berupa tanah yang berlobang. Kondisinya sangat parah. Butuh waktu berjam-jam untuk sampai di sana.

Di Desa Kerang dan Desa Kerang Dayo, Kecamatan Batu Engau, Paser, saya menemukan infrastruktur jalan yang sangat parah. Benar-benar buruk. Ada desa yang sangat bagus potensi wisatanya. Itu ada di Kutai Barat. Airnya melimpah. Saya pikir, kalau infrastrukturnya bagus, desa-desa itu akan berkembang. Masyarakat bisa sejahtera.

Di Kutai Timur juga begitu. Kerusakan infrastrukturnya hampir merata. Di Kecamatan Busang, Long Masengat, Muara Ancalong, Batu Ampar, dan kecamatan lainnya, jalan provinsinya berada di kawasan hutan. Jalannya di areal HTI (Hutan Tanaman Industri). Jalan-jalan kabupaten yang menghubungkan kecamatan itu rusak parah.

Ada lagi di Berau. Awal Maret 2019, saya mengunjungi Desa Gunung Sari, Kecamatan Segah. Jalan yang menghubungkan kecamatan itu rusak. Tidak adanya regulasi dan kebijakan pemerintah membuat jalan tidak terurus. Perusahaan menggunakan jalan umum untuk mengangkut sawit. Saya sampai stres melintasi jalan itu.

Yang sangat menyedihkan itu saat saya melihat kondisi jalan-jalan usaha tani. Jangankan kendaraan roda empat, motor saja tidak bisa lewat. Mereka harus melangsir sehari atau dua hari baru bisa keluar di jalan poros.

Saya ingin memperjuangkan Dana Bagi Hasil (DBH) untuk Kaltim di pemerintah pusat. Provinsi dan kabupaten/kota bisa dibangun dengan DBH. Saya akan berjuang keras di pusat dengan mendorong program-program strategis nasional untuk pembangunan infrastruktur di Kaltim.

Saya akan mendorong dan mendukung penyediaan modal untuk UMKM (usaha mikro kecil dan menengah). Kalau dukungan DPR RI untuk daerah ini kuat, saya yakin, usaha-usaha kecil di Kaltim akan bangkit dan berkembang pesat.

Sebenarnya petani dan pengusaha UMKM di Kaltim sangat siap untuk bersaing di era digital ini. Tetapi saat pupuknya mahal, biaya pertanian dan perkebunan mahal, kemudian pembeli tidak bisa mengaksesnya, di situ tingkat kesejahteraan petani dan pengusaha akan turun. Keuntungan mereka dari hasil pertanian dan UMKM sangat kecil. Ini komitmen terbesar yang mendorong saya ingin berjuang di DPR RI. (*)

Penulis: Muhammad Aris
Editor: Yusuf Arafah

Sumber; https://www.akurasi.id/ragam/riwayat/jejak-perjuangan-irwan/