Double krisis. Pandemi dan ekonomi. Itu bakal dihadapi bangsa ini. Republik tercinta. Semoga saja tidak! Jauhkan bala ya Allah.

Pagi. Kaget melihat nilai tukar rupiah. Makin hari terpuruk. 16 ribu. Rekor anjlok tertinggi sepanjang sejarah ekonomi bangsa.

Soal ekonomi was was. Pandemi Corona semakin ganas. Dua hal ini butuh sikap tegas dan lugas.

Banyak bertanya. Di mana pemimpin bangsa?

Persebaran wabah corona kian luas. Setelah anggap enteng, gelagapan ketika makin banyak terjangkit.

Tak satu suara. Pemerintah pusat menanganinya. Koordinasi dengan Pemerintah daerah berantakan. Rumah sakit pun tak siap.

Meski pemerintah telah membentuk gugus tugas percepatan penanganan Covid-19. Sayang, tak dibarengi dengan pemaparan strategi yang transparan dan komprehensif, guna membangun trust dan optimisme masyarakat. Malah jadi was was. Sensor informasi itu sebabnya.

Masyarakat sudah phobia corona. Demikian disebutkan seorang direktur rumah sakit daerah.

“Mulai muncul fenomena Corona Phobia, atau rasa ketakutan yang berlebihan terhadap penyebaran virus corona,” Direktur RSUD dr Soetomo Surabaya dr Joni Wahyuhadi, Kamis (19/3/2020) dilansir laman Suara Surabaya.

Kabar lain muncul: Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali mengalami tren pelemahan.

Soal lain harus dihadapi. Tentunya dengan solusi. Bukan narasi. Mungkin guncangan eksternal yang bertubi-tubi seperti pandemi corona, maka tidak heran jika nilai tukar rupiah terhadap dolar AS semakin terdepresiasi.

Pun diperparah dengan guncangan kondisi internal. Jika rupiah terus melemah. Tak bisa dihindari krisis terjadi. Di tengah pandemi saat ini kita hadapi.

Upaya penguatan nilai tukar rupiah harus dilakukan secara kolektif dari seluruh elemen bangsa. Guncangan eksternal merupakan variabel eksogen yang tidak bisa dikendalikan.

Semoga negeri ini kuat menghadapi!

(Irwan Fecho)