Dari Mitos ke Logos
Lahir dan besar di pesisir timur pulau Borneo tepatnya di Sangkulirang Kalimantan Timur saat itu jujur saja sangat berpengaruh terhadap penerimaanku pada dunia politik.
Jauh dari Jakarta dalam tumbuh besarku lalu lulus sekolah menengah dan kerja sambil kuliah dan aku memandang dunia politik dan segala sejarahnya sebagai sebuah mitos-mitos.
Saat itu aku benci politik, bagiku politik benar-benar murni mitos untuk alat hegemoni yang kuat dalam membentuk opini rakyat dan mempertahankan kekuasaan. Korbannya kami rakyat yang tinggal jauh dari pusat kekuasan.
Tapi pesanku jika membenci sesuatu jangan berlebih. Benci pun harus memiliki keadilan bahkan sejak sebelum dipikirkan. Seperti aku yang membenci politik lalu tiba-tiba mengenal politik dan kini begitu menekuninya.
Masuk politik dan menjadi kader Partai Demokrat pelan-pelan merubah persepsiku. Politik tidak semua diisi dengan mitos tapi di Demokrat bagaimana mitos ini digantikan dengan logos. Politik didasarkan pada nalar atau rasio.
Begitu mudahnya di Demokrat untuk sebuah dialektika pencerahan. Pikiran bertumbuh gagasan berkembang. Bahkan langsung bisa kita dapatkan dari guru-guru politik terbaik (seperti terlihat di gambar).
Sangat beruntung aku anak kampung bisa mencicipi sari pati ilmu setetes demi setetes dari bapak SBY (Ketua Majelis Tinggi Partai) dan kanda Andi Mallarangeng (Sekretaris Majelis Tinggi Partai). Itu tidak sekali tetapi berkali-kali.
Saat ini aku terus belajar juga berani. Bagiku memiliki reasoning power dan wisdom akan tetap memelihara jalan panjangku dalam dunia politik.