Pengelolaan sumber daya alam di Kalimantan Timur dalam desentralisasi fiskal saat ini, suka tidak suka harus kita akui menimbulkan banyak masalah. Tak kunjung meningkatnya investasi dan rendahnya pertumbuhan ekonomi di Kaltim harus kita jadikan warning dan siaga.

Selama ini, pemerintah pusat menerbitkan perijinan tambang migas dan batubara yang mengeksploitasi sumber daya alam Kalimantan Timur secara besar-besaran, Ironisnya, meskipun daerah kaya, pembangunan prasarana ekonomi kita tertinggal dibanding daerah lain.

Untuk itu tuntutan atas pembagian dana bagi hasil yang seimbang harus terus diperjuangkan. Kuncinya ada pada perubahan kebijakan peraturan perundangan, dalam hal ini revisi UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Karena proporsi dana bagi hasil dalam. Undang-undang ini masih jauh dari kata keadilan bagi daerah-daerah penghasil terutama bagi Kalimantan Timur.

Proporsi 15,5% untuk daerah dari Minyak Bumi dan 30,5 % dari gas tidak sesuai dengan kebutuhan daerah Kalimantan Timur, proporsi Kaltim sangatlah kecil dibandingkan dengan daerah yang memiliki otonomi khusus, seperti Propinsi NAD dan Propinsi Papua, dimana proporsi DBH yang didapatkan adalah sebesar 70% untuk daerah penghasil dan 30% untuk pemerintah pusat.

DBH dari minyak dan gas selama ini tidak cukup membantu pemerintah daerah untuk membiayai program-program pemenuhan hak-hak dasar masyarakat. Masih banyak persoalan masyarakat di Kaltim yang belum diselesaikan dengan baik, diantaranya terkait rendahnya tingkat kesejahteraan, sulitnya pendidikan dan lapangan kerja, buruknya kesehatan, maupun lingkungan hidup masyarakat,dan ketersediaan infrastruktur yang kurang memadai dan kondisi layanan publik masih jauh dari yang diharapkan.

UU Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah ini sendiri dianggap bermasalah saat ini, karena seperti kita ketahui bahwa UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sudah berganti dengan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah namun UU yang mengatur tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah yaitu UU no 33 tahun 2004 sendiri belum diganti atau terbit.

Keseimbangan antara hubungan pusat dan daerah juga perlu di dorong selain revisi besaran DBH. Kedepan perlunya pusat mendesentralisasikan kewenangan fiskal ke daerah agar ketergantungan terhadap transfer dana bagi hasil menjadi berkurang.

Terutama mendorong daerah punya kewenangan yang kuat terkait local taxing power. Perlu didistribusi dan ditegaskan kembali mana yang menjadi kewenangan pusat dan mana kewenangan pemerintah daerah.

Mari terus kawal perjuangan ini. Pemerintah daerah, legislatif serta segenap komponen organisasi kemasyarakatan di Kaltim harus terus mendorong keseimbangan hubungan keuangan pemerinth pusat dan daerah untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat Kalimantan Timur. Dimulai dengan mendorong RUU terkait Hubungan dan Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.

Penulis, H. Irwan, S.IP, MP

Sumber, status H.Irwan di facebooknya (15/05/2019)