Bulan puasa datang berulang, mengajak kita jeda dalam kerutinan. Ibarat musim gugur memberi pepohonan saat meranggas.
 
Dedaunan jatuh luruh, gugur bersujud, pulang ke akar, menyebarkan kehidupan.
 
Sesungguhnya, bejana kehidupan yang penuh jemu, susah menerima pengisian. Perut yang terus-terusan kenyang jadi biang penyakit.
 
Hati yang mengebu jenuh jadi perigi depresi. Organ yang lunak bergerak jadi mudah lapuk.
 
Dengan puasa sejatinya, derajat kita manusia ditinggikan melampui nilai-nilai kebendaan dan kekuasaan
 
Jeda Ramadhan memberi momen refleksi diri, memulihkan tenaga ruhani untuk membakar benalu yang mengkerdilkan moralitas.
 
Ramadhan memberikan kesadaran bahwa hasrat menimbun dan berkuasa tak pernah ada puasnya terkecuali dengan berpuasa dan saling menebar segala kebaikan.
 
Pengendalian dirilah akar utama pengendalian sosial. Adapun puasa bak kawah candra-dimuka berlatih dalam pengendalian diri.
 
Sesekali kita perlu meranggas, membiarkan keakuan terbakar, tersungkur sujud, menginsyafkan kepanaan yang menerbitkan hasrat untuk saling berbagi, membuka diri penuh cinta antar sesama kita.
 
Ramadhan bulan bulan keberkahan dan berbagi kebaikan.
H.Irwan