Hari itu, Senin (6/1/2020), Kota Sangata, terasa gerah. Bagaimana tidak, malamnya, kota Sangata yang merupakan kota tambang terbesar di Indonesia, di guyur hujan lebat, dan siangnya disinari matahari terik yang panas. Panasnya terik matahari, tidak menyurutkan langkah Om menuju Bukit Pelangi, karena sudah janjian untuk mewawancai kepala Bapenda Kutai Timur terkait surplusnya APBD Kutai Timur 2019.

Sesi wawancancara selesai, Pak Musyaffa S.Sos,.M.Si (Kepala Bapenda Kutim), mengajak Om ke Jakarta, menemui H.Irwan S.IP,.MP anggota DPR RI dari Partai Demokrat, dapil Kalimantan Timur, yang juga putra Kutai Timur itu.

Saat di ajak ke Jakarta, oleh Pak Mus, Om tidak bertanya lagi tujuannya apa, karena memang selama ini, banyak diskusi diskusi Om dengan beliau terkait penggalian penggalian pendapatan asli daerah terutama di sektor perkebunan kelapa sawit yang selama ini, tidak banyak menyumbangkan kontribusinya, terhadap pendapatan asli daerah.

Yang jika sektor perkebunan kelapa sawit yang luasnya mencapai 500 ribu ha itu, bisa masuk dalam pembahasan prolegnas prioritas 2020 di DPR RI, terutama bagi hasil ekspor CPOnya, maka Kutai Timur akan mendapatkan asupan anggaran baru dari sektor perkebunan.

Di awal prolog perjalanan ini, Om menyinggung tentang Sangata Kota tambang terbesar di Indonesia. Tentu karena di Kota ini, ada tambang batu bara dengan konsesi pertambangan seluas 84. 938 ha yang dikuasai oleh PT. KPC, dengan total sumber daya dan cadangan batubara mencapai 9.275 milyar ton. Bahkan perusahaan batu bara ini, merupakan perusahaan tambang batu bara terbesar di dunia yang menggunakan tehnik pertambangan open fit.

Bukan itu saja, di Kabupaten ini Kutai Timur juga terdapat PT. Indominco, yang memiliki cadangan batu bara sebanyak 757,38 juta ton, serta PT.Indexim dan beberapa perusahaan tambang batu bara lainnya yang sudah beroperasi membuat kota ini semakin gerah terpanggang matahari.

Hanya sayangnya,bahwa sumberdaya alam dari perut bumi Kab.Kutai Timur ini, sangat kecil hasilnya kembali ke Kutai Timur melalui dana bagi hasil yang telah ditentukan oleh Pemerintah pusat.

Kecilnya DBH inilah yang menjadi sumber pemicu beberapa tokoh masyarakat,LSM dan Bapenda Kutai Timur, ke Jakarta.Tujuannya adalah agar wakil rakyat dari Kalimantan Timur, beserta senator dari Kalimantan Timur menyuarakan di Prolegnas Prioritas 2020, terkait Dana Bagi Hasil yang dirasakan tidak adil oleh rakyat Kalimantan Timur.

Tentu, sebelum berangkat ke Jakarta,Om telah melakukan komunikasi yang intensif dengan H.Irwan terkait tujuan Om berangkat ke Jakarta. Beliau sangat responsif bahkan sebelum tiba di Jakarta pada saat berangkat dari Sangata ke Jakarta. H.Irwan terus memantau keberadaan Om, yang akhirnya beliau mengunjungi Om Di Hotel tempat Om menginap. Sebuah penghargaan yang Om rasakan sungguh luar biasa dari seorang anggota DPR RI dari Kutai Timur itu.

Kurang lebih 30 menit kami ngobrol di kamar hotel tempat saya nginap. Irwan Fecho bersama Mas Bambang Soepriyadi, pamit pulang karena istri H.Irwan Yunia Heri Sugiyono,sakit. Hadir diobrolan itu, H. Syafri,Haris Abdul, dan juga Ri Zal.

Besoknya saat acara silaturahmi berlangsung di hotel Luminor, baru kami mengetahui bahwa Ananda Nia, bukan sakit biasa. Ternyata anak dalam kandungannya, tidak dapat lagi diselamatkan.

Walau dalam berduka, H.Irwan tetap melayani kami sebagai tamunya dari Kutai Timur. Dan siap memperjuangkan apa yang kami resahkan terutama ketidak-adilan Dana Bagi Hasil yang dirasakan oleh Kab.Kutai Timur dan Kalimantan Timur pada Umumnya sebagai daerah penghasil.

Sebelum berangkat pula, Om dan tim media Kutim, telah mempersiapkan beberapa pertanyaan kepada wakil rakyat Kaltim yang duduk di DPR RI. Pertanyaan semisal ke Ibu Hetifah Syaifuddin yang duduk di komisi X yang membidani pendidikan. Yang kaitannya dengan Kalimantan Timur sudah ditetapkan oleh Presiden Jokowi sebagai Ibu Kota Negara.

Pertanyaan pertanyaan itu tentu,berkaitan dengan pendidikan, khususnya perjuangan beliau di Komisi X tentang pembangunan manusia.

Tim media Kutim,merasa sangat penting pembangunan manusia di Kalimantan Timur, dalam rangka menyongsong IKN di Kalimantan Timur. Sebab jika fisik IKN sudah selesai di bangun, sementara masyarakat lokal tidak dipesiapkan sejak dini, maka dipastikan masyarakat lokal akan tersingkir dengan sendirinya, karena tidak siap. Sebagai contoh masyarakat Betawi yang akhirnya hidup di pinggiran Jakarta,seolah terpinggirkan dari daerah asalnya.

Karena waktu yang singkat dan komunikasi ke beliau belum tersampiakan, akhirnya beberapa pertanyaan tak jadi Om tanyakan.Dan pertanyaan pertanyaan itu, Om simpan. Siapa tahu suatu saat Om bertemu dan dapat ditanyakan langsung ke beliau.

Pun termasuk kepada Rudi Ma’ud anggota komisi VII DPR RI Urung bertemu. Padahal Om ingin bertanya ke beliau terkait pemenuhan listrik di IKN yang memerlukan energi listrik, bahkan ditaksir penambahan kapasitas listrik di IKN sekitar 1.555 MW.

Pertanyaan pentingnya adalah dari mana sumber listrik tersebut. Apakah berasal dari batu bara? Jika ya, maka ini tidak selaras dengan konsep pembangunan IKN yang Green City.

Namun pertanyaan pertanyaan ke beliau,om tetap simpan dan saat bertemu semoga bisa tersampaikan. (bersambung).

Summer, https://www.mediakutim.com/2020/01/19/prolog-perjalanan-om-wp-hingga-ke-luminor-jakarta/